tulisan 16
Kebijakan Moneter dan Mekanisme
Transmisi
Kebijakan
moneter berlangsung melalui mekanisme transmisi untuk menggeser permintaan agregat, sehingga akan mengubah
keseimbangan tingkat pendapatan
nasional. Kenaikan JUB (Jumlah Uang Beredar) bersifat ekspansif,
sedangkan penurunan JUB bersifat
kontraktif dan besarnya pergeseran permintaan agregat sebagai reaksi atas kenaikan JUB tergantung pada besarnya
kenaikan investasi dan perubahan JUB
akan menyebabkan perubahan yang besar pula pada pengeluaran untuk
investasi.. Dalam hal ini terdapat
perbedaan pandangan antara moneteris dan Keynesian. Monetaris berasumsi bahwa kebijakan moneter
adalah sarana yang sangat efektif.
Keynesian berasumsi bahwa kebijakan moneter adalah sarana yang relatif
kurang efektif, perubahan JUB akan
menyebabkan perubahan yang kecil saja pada sukubunga, yang kemudian mengakibatkan perubahan kecil
pada pengeluaran untuk investasi.
Penawaran
uang di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan berkembangnya kebijakan-kebijakan pemerintah
yang memungkinkan berkembangnya jenis
tabungan dan deposito berjangka. Keinginan masyarakat untuk menabung dan mendepositokan uangnya sangat dipengaruhi
oleh kemudahan dalam memperolehnya dan
berbagai fasilitas yang ditawarkan dikalangan perbankan. Hal ini dimungkinkan
bila pemerintah juga turut campur tangan
dalam berbagai kebijakan deregulasi maupun
regulasi bidang moneter khususnya dan ekonomi pada umumnya.
Dari
uraian di atas ditunjukkan bahwa perubahan JUB mempengaruhi aktivitas ekonomi dan pengaruh tersebut terjadi melalui
proses mekanisme transmisi. Perubahan
aktivitas ekonomi tercermin melalui perubahan PDB maupun konsumsi (C), maka hubungan pengaruh
JUB terhadap perubahan PDB maupun konsumsi dan perlu diperhatikan pengaruh dari aspek
time-lag.
Jumlah
uang yang beredar terkait erat dengan jumlah permintaan uang dari masyarakat dan salah satu bentuk kajian
kuantitatif terhadap perilaku permintaan uang
dapat dilakukan dengan pendekatan
neural network, yaitu suatu pendekatan untuk menganalisa hubungan antar variabel, terutama
yang bersifat non linier, dengan
mendasarkan pada adanya proses pembelajaran (learning process) perilaku
variabel di dalam sistem. Berbeda dengan
pendekatan linier, pendekatan neural
network mengetengahkan pengaruh non linier melalui penggunaan hidden layer of
neurons yang bereaksi terhadap perubahan
input variabel yang diamati (x), yang selanjutnya pengaruh tersebut pada output variabel yang diamati
(y). Pendekatan neural network
dapat menunjukkan perilaku agen-agen
ekonomi dalam sistem melakukan
proses pembelajaran dalam rangka
menghasilkan keputusan yang rasional. Esensi dari proses pembelajaran adalah bahwa masyarakat pada
saat awal akan bereaksi secara lambat terhadap informasi baru dan
pengaruh-pengaruh yang tidak terduga, tetapi begitu pengaruh tersebut diyakini
bersifat permanen, atau dapat dipahami dengan lebih baik, penyesuaian perilaku
akan dilakukan dengan lebih cepat. Pada titik kritis tertentu, pengaruh tersebut
akan berkurang secara berangsur-angsur dan karakteristik hasil pengujian
memperlihatkan adanya beberapa keunggulan secara statistik pada pendekatan
neural network dibandingkan pendekatan linier.
Pengkajian
terhadap permintaan uang dengan pendekatan
neural network membuahkan beberapa implikasi. Pertama, pergerakan fluktuatif nilai tukar
telah mempengaruhi perilaku permintaan uang di Indonesia. Dengan adanya
pengaruh tersebut, meskipun hanya bersifat jangka pendek, kebijakan stabilisasi
nilai tukar menjadi prioritas utama. Stabilitas nilai tukar akan mampu
mengendalikan ekpektasi yang pada gilirannya akan dapat mempengaruhi perilaku
permintaan uang dan mengembalikan permintaan uang pada keseimbangan jangka
panjang. Kedua, sejalan dengan upaya
kebijakan stabilisasi nilai tukar tersebut, upaya mengembalikan bahkan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
sistem perbankan nasional merupakan
agenda penting dalam mempengaruhi perilaku permintaan uang. Sehubungan dengan hal tersebut, upaya restrukturisasi
perbankan menuju perbankan yang sehat, kuat, dan terpercaya serta penciptaan
sistem penjaminan dana nasabah dengan kredibilitas yang tinggi merupakan tindak
lanjut dari agenda ini. Ketiga, upaya pengendalian suku bunga oleh Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter harus tetap dilakukan dengan hati-hati,
sehingga akan memperoleh dampak yang optimal dalam mempengaruhi perilaku
permintaan uang di Indonesia.
Pengkajian
pengaruh gejolak nilai tukar terhadap perilaku permintaan uang dilakukan pada dua jenis uang yaitu uang
kartal dan uang kuasi pada periode sampel Januari 1985 – Desember 1996. Hasil
pengkajian memperlihatkan bahwa variabel suku bunga sebagai salah satu variabel
yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, merupakan variabel yang memberikan
kontribusi terhadap perilaku permintaan uang. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam
kondisi normal suku bunga merupakan variabel yang dapat mempengaruhi ekspektasi
pemegang uang yang pada gilirannya akan berdampak terhadap portofolio aset
masyarakat. Interpretasi lebih lanjut dengan kondisi ini adalah bahwa
pengendalian suku bunga yang tepat dalam kerangka pengendalian moneter akan
memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap besaran-besaran moneter yang
tercermin pada perilaku memegang uang.
Hasil
yang lebih baik diperlihatkan oleh variabel nilai tukar yang digunakan sebagai
variabel penjelas perilaku permintaan
uang, walaupun kondisi ideal tersebut tidak terpenuhi pada bulan November 1997.
Hasil kajian yang menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah yang
fluktuatif sangat mempengaruhi pola permintaan uang dan ekspektasi terhadap
perkembangan nilai tukar pada periode berikutnya telah mempengaruhi ekspektasi
nilai riil aset yang dimiliki. Guna mempertahankan bahkan meningkatkan nilai
riil aset yang dimiliki tersebut, sebagian masyarakat lebih cenderung memegang
uang tunai, yang pada satu saat akan dikonversi menjadi aset berdenominasi mata
uang asing ataupun dibelanjakan pada aktiva tetap.
Interpretasi
lebih lanjut terhadap hasil yang kurang baik pada bulan November 1997
mengindikasikan terjadinya penurunan kepercayaan masyarakat terhadap sistem
perbankan nasional. Kebijakan penutupan izin usaha bank pada awal November
1997, yang belum diimbangi dengan sistem penjaminan terhadap dana masyarakat di
sistem perbankan, telah menimbulkan kepanikan masyarakat pemilik dana di sistem
perbankan nasional. Kepanikan tersebut kemudian diikuti dengan perilaku untuk
cenderung lebih menyukai memegang uang tunai dibandingkan menanamkannya di
perbankan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar