Rabu, 05 Juni 2013



tulisan 16

Kebijakan Moneter dan Mekanisme Transmisi 

Kebijakan moneter berlangsung melalui mekanisme transmisi untuk menggeser  permintaan agregat, sehingga akan mengubah keseimbangan tingkat pendapatan  nasional. Kenaikan JUB (Jumlah Uang Beredar) bersifat ekspansif, sedangkan  penurunan JUB bersifat kontraktif dan besarnya pergeseran permintaan agregat sebagai  reaksi atas kenaikan JUB tergantung pada besarnya kenaikan investasi dan perubahan  JUB akan menyebabkan perubahan yang besar pula pada pengeluaran untuk investasi..  Dalam hal ini terdapat perbedaan pandangan antara moneteris dan Keynesian.  Monetaris berasumsi bahwa kebijakan moneter adalah sarana yang sangat efektif.  Keynesian berasumsi bahwa kebijakan moneter adalah sarana yang relatif kurang  efektif, perubahan JUB akan menyebabkan perubahan yang kecil saja pada sukubunga,  yang kemudian mengakibatkan perubahan kecil pada pengeluaran untuk investasi. 
Penawaran uang di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan  berkembangnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang memungkinkan berkembangnya  jenis tabungan dan deposito berjangka. Keinginan masyarakat untuk menabung dan  mendepositokan uangnya sangat dipengaruhi oleh kemudahan dalam memperolehnya  dan berbagai fasilitas yang ditawarkan dikalangan perbankan. Hal ini dimungkinkan bila  pemerintah juga turut campur tangan dalam berbagai kebijakan deregulasi maupun  regulasi bidang moneter khususnya dan ekonomi pada umumnya.
Dari uraian di atas ditunjukkan bahwa perubahan JUB mempengaruhi aktivitas  ekonomi dan pengaruh tersebut terjadi melalui proses mekanisme transmisi. Perubahan  aktivitas ekonomi tercermin melalui perubahan PDB  maupun konsumsi (C), maka hubungan pengaruh JUB terhadap perubahan PDB maupun konsumsi dan perlu  diperhatikan pengaruh dari aspek time-lag. 
Jumlah uang yang beredar terkait erat dengan jumlah permintaan uang dari  masyarakat dan salah satu bentuk kajian kuantitatif terhadap perilaku permintaan uang  dapat dilakukan dengan pendekatan  neural network, yaitu suatu pendekatan untuk  menganalisa hubungan antar variabel, terutama yang bersifat non linier, dengan  mendasarkan pada adanya proses pembelajaran (learning process) perilaku variabel di  dalam sistem. Berbeda dengan pendekatan linier, pendekatan  neural network mengetengahkan pengaruh non linier melalui penggunaan hidden layer of neurons yang  bereaksi terhadap perubahan input variabel yang diamati (x), yang selanjutnya pengaruh  tersebut pada output variabel yang diamati (y). Pendekatan  neural network dapat  menunjukkan perilaku agen-agen ekonomi dalam sistem melakukan  proses  pembelajaran dalam rangka menghasilkan keputusan yang rasional. Esensi dari proses  pembelajaran adalah bahwa masyarakat pada saat awal akan bereaksi secara lambat terhadap informasi baru dan pengaruh-pengaruh yang tidak terduga, tetapi begitu pengaruh tersebut diyakini bersifat permanen, atau dapat dipahami dengan lebih baik, penyesuaian perilaku akan dilakukan dengan lebih cepat. Pada titik kritis tertentu, pengaruh tersebut akan berkurang secara berangsur-angsur dan karakteristik hasil pengujian memperlihatkan adanya beberapa keunggulan secara statistik pada pendekatan neural network dibandingkan pendekatan linier.
Pengkajian terhadap permintaan uang dengan pendekatan  neural network membuahkan beberapa implikasi.  Pertama, pergerakan fluktuatif nilai tukar telah mempengaruhi perilaku permintaan uang di Indonesia. Dengan adanya pengaruh tersebut, meskipun hanya bersifat jangka pendek, kebijakan stabilisasi nilai tukar menjadi prioritas utama. Stabilitas nilai tukar akan mampu mengendalikan ekpektasi yang pada gilirannya akan dapat mempengaruhi perilaku permintaan uang dan mengembalikan permintaan uang pada keseimbangan jangka panjang. Kedua, sejalan  dengan upaya kebijakan stabilisasi nilai tukar tersebut, upaya mengembalikan bahkan  meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional  merupakan agenda penting dalam mempengaruhi perilaku permintaan uang.  Sehubungan dengan hal tersebut, upaya restrukturisasi perbankan menuju perbankan yang sehat, kuat, dan terpercaya serta penciptaan sistem penjaminan dana nasabah dengan kredibilitas yang tinggi merupakan tindak lanjut dari agenda ini. Ketiga, upaya pengendalian suku bunga oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter harus tetap dilakukan dengan hati-hati, sehingga akan memperoleh dampak yang optimal dalam mempengaruhi perilaku permintaan uang di Indonesia.
Pengkajian pengaruh gejolak nilai tukar terhadap perilaku permintaan uang  dilakukan pada dua jenis uang yaitu uang kartal dan uang kuasi pada periode sampel Januari 1985 – Desember 1996. Hasil pengkajian memperlihatkan bahwa variabel suku bunga sebagai salah satu variabel yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, merupakan variabel yang memberikan kontribusi terhadap perilaku permintaan uang. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam kondisi normal suku bunga merupakan variabel yang dapat mempengaruhi ekspektasi pemegang uang yang pada gilirannya akan berdampak terhadap portofolio aset masyarakat. Interpretasi lebih lanjut dengan kondisi ini adalah bahwa pengendalian suku bunga yang tepat dalam kerangka pengendalian moneter akan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap besaran-besaran moneter yang tercermin pada perilaku memegang uang.
Hasil yang lebih baik diperlihatkan oleh variabel nilai tukar yang digunakan sebagai variabel penjelas perilaku  permintaan uang, walaupun kondisi ideal tersebut tidak terpenuhi pada bulan November 1997. Hasil kajian yang menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah yang fluktuatif sangat mempengaruhi pola permintaan uang dan ekspektasi terhadap perkembangan nilai tukar pada periode berikutnya telah mempengaruhi ekspektasi nilai riil aset yang dimiliki. Guna mempertahankan bahkan meningkatkan nilai riil aset yang dimiliki tersebut, sebagian masyarakat lebih cenderung memegang uang tunai, yang pada satu saat akan dikonversi menjadi aset berdenominasi mata uang asing ataupun dibelanjakan pada aktiva tetap.
Interpretasi lebih lanjut terhadap hasil yang kurang baik pada bulan November 1997 mengindikasikan terjadinya penurunan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional. Kebijakan penutupan izin usaha bank pada awal November 1997, yang belum diimbangi dengan sistem penjaminan terhadap dana masyarakat di sistem perbankan, telah menimbulkan kepanikan masyarakat pemilik dana di sistem perbankan nasional. Kepanikan tersebut kemudian diikuti dengan perilaku untuk cenderung lebih menyukai memegang uang tunai dibandingkan menanamkannya di perbankan nasional. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar